Terkadang menjalani kehidupan sebagai minoritas itu
melelahkan, namun menjalani kehidupan sebagai mayoritas ternyata justru
membosankan, apalagi menjalani hidup sambil makan kolak pisang dari hidung dan
anus. Susah.
Saya pernah menjalani hidup sebagai mayoritas di Bali dan
tidak ada yang menarik, semua sama, tidak ada tantangan dalam hidup sedikitpun.
Rasa penasaran tentang perbedaan tidak akan pernah bisa terjawab. Apa yang saya
lihat adalah apa yang ada didalam diri saya, kecuali Tetek perempuan, karna kebetulan saya ga punya, punya sih, tapi Gede sebelah. Mau liat? Vaksin Alzheimer dulu.
Satu warna berada dalam satu bentuk kehidupan tidaklah
menarik, harus ada warna beda yang mengisi, sehingga akan lebih terlihat hidup
dan menggairahkan. Ibarat Lingerie
celana dalam garis-garis hitam putih akan lebih sexy daripada warna putih,
ber-renda dan bau.
Ngomong-ngomong, saya belum ganti celana dalam dari kemaren.
Anyway, pentingnya ada warna lain akan bisa tercermin dari kehidupan
seputar jaman SD saya dulu yang lumayan menyenangkan sekaligus tragis. Kenapa?
Karena hampir setiap hari saya berusaha kabur dari pertanyaan guru-guru tentang
bagaimana itu Bali, mungkin satu level dengan kondisi Ariel ketika diberondong
pertanyaan Bagaimana masa depannya dengan Luna Maya setelah kasus video yang
Kontroversial, Sensual dan Menjual tersebut.
Dulu sewaktu SD, murid-murid diwajibkan untuk ikut Pramuka
yang sebenarnya, saya sendiri tidak mengerti visi dan misi dari pramuka.
Diajarkan cara bertahan hidup dengan sebuah tongkat dan segulung sumbu kompor
putih tidak akan pernah memajukan pola pikir anak SD di Era Millenium.
Dengan terpaksa akhirnya saya mengikuti kegiatan
megalitikum-sasian tersebut. Sempat bolos beberapa kali dari jadwal latihan dan
berakhir dengan berdiri satu kaki didepan kelas. Menggenaskan.
Suatu waktu Pembina pramuka memberitahukan murid-murid bahwa
akan diadakannya Persami, perkemahan sabtu minggu. Saat itu saya dan
teman-teman girang, pada akhirnya ilmu-ilmu membuat tiang bendera dari kayu dan
tali akhirnya bisa di-implementasikan di era besi sudah merajai pasar tiang
bendera.
Persiapan dan perbekalan yang matang pun sudah disiapkan
oleh mama tercinta, setelah memakai bedak Cussons
disekujur tubuh saya berangkat ke sekolah untuk kumpul sebelum ke lokasi kemah.
Dengan tas penuh Susu Ultra Coklat, Chiki Balls dan Mie Gaga, lengkap dengan
tongkat dan tali. saya siap bertahan di alam bebas, walau untuk satu malam.
Sampai di sekolah sekitar pukul 3 sore, saya dan teman-teman
berkumpul didepan gerbang sekolah, sambil pamer kartu Yu-gi-oh dan beyblade
baru, kami asyik menggodai murid cewe yang lewat, kadang ada yang suit-suit,
ada yang melempar dengan kertas, bahkan beberapa ada yang buka celana dan
menamparkan kelaminnya di pipi murid cewe yang lewat, naasnya, diksi menampar
lebih tepat diganti dengan menoreh. Karena tititnya
kecil dan tajam seperti jarum.
Puas berlagak bagai preman pasar edisi kids. Kami masuk ke
dalam area sekolah, upacara untuk persami diumumkan akan segera dimulai. Saya
mulai bingung, seharusnya kita sudah berangkat ke lokasi kemah daritadi, saya
bertanya pada Shandy.
Rama :
shan, katanya kemah, kok ga berangkat-berangkat?
Shandy : Persami kita
ga kemah diluar, tapi nginep disekolah, trus ada api unggun sama jurit malamnya
kata bu Sri.
Rama :
………
Pada saat itu juga arti kemah dikepala saya berubah. Kemah
yang tadinya saya bayangkan tidur ditemani api unggun, kemerlap sinar bintang
dan cerahnya langit malam berubah menjadi tidur didalam kelas ramai-ramai
dengan teman kalian dan berusaha bertahan dari bau kaki bekas kegiatan.
Seketika image pramuka
dimata saya tidak akan pernah bisa diperbaiki lagi. Ibarat kita melihat Cut
Tari yang tidak bisa lepas dengan Vidio miringnya, SBY dengan prihatinnya, dan Olga
Syahputra dengan V-neck sampai putingnya.
Dengan segenap perasan dongkol yang menumpuk, saya pun
mengikuti upacara pembukaan persami. Selamat dari siksaan sambutan dan urutan
acara formalitas lainnya. Kami menuju kelas untuk mempersiapkan tempat tidur
dan tempat masak.
Ya, kami masak didalam kelas. Aneh? Memang. Tapi lebih aneh
lagi jika yang memasak adalah kumpulan anak Ingusan berlabel beyblader memasak
Indomie dengan kompor minyak, di-iringi bau kaos kaki yang bergentayangan.
Kebetulan saya mengajukan diri sebagai koki dikelas karena
saya sering masak Indomie sendiri, dengan kata lain saya berusaha menyelamatkan
nyawa banyak orang dari malpraktik Mie Gaga bila dimasak oleh teman-teman saya…
(to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar